Jumat, 01 Mei 2009

Ungkapan al-Imam al-Thahawi

"Maha suci Allah swt dari segala keterbatasan Zat dan Sifat-Nya dan dari segala anggota badan dan peralatan, dan Dia tidak diliputi oleh enam penjuru (depan, belakang, atas, bawah, kiri dan kanan) sebaimana itu semua adalah sifat makhluk".
Menarik, sebuah ungkapan yang terlahir dari al-Qur'an dan al-Hadits oleh Imam al-Thahawi. Beliau melanjutkan jejak salafus shaleh dalam menyucikan Allah swt dari segala bentuk tasybih (penyerupaan dengan makhluk) tanpa melakukan ta'thil (pembatalan sifat Allah swt).Di zaman sekarang masih ada saja orang-orang yang terkecoh dalam mengambil prinsip berakidah. Mereka menganggap bahwa yang penting adalah adanya perbedaan antara Allah, berhala, "tuhan-tuhan" ciptaan manusia tanpa mengetahui konsep perbedaan itu. Jika berhala tidak bisa berbicara -misalnya- maka Allah swt punya sifat kalam. Jika "tuhan-tuhan" ciptaan manusia tidak dapat menguasai alam, maka Allah swt maha kuasa atas segala sesuatu.Namun ternyata prinsip berakidah dalam Islam tidak sesimple itu. Al-Qur'an dan Hadits benar-benar memberikan konsep itu agar akidah setiap muslim benar-benar steril dari segala keserupaan antara Allah swt dengan makhluk-Nya.
Terkecoh yang dimaksudkan itu adalah ketika para pengkaji akidah berhadapan dengan ayat-ayat mutasyabihat, ternyata banyak diantara mereka yang terjerat oleh konsep yang keliru, sehingga mereka terperosok kepada akidah kaum musyabbihah (golongan yang menyerupakan Allah swt dengan makhluk-Nya). Seperti lafaz yad, astiwa', 'ain, dll. Secara etimologi dapat diketahui makna yad yaitu tangan. Istiwa' dengan makna duduk. Begitu juga 'ain yang bermakna mata. Akan tetapi ketika lafaz-lafaz ini disandarkan kepada Allah swt, maka haram hukumnya memaknainya dengan makna hakiki dimana akan terjadi penyerupaan Allah swt dengan makhluk-Nya.Oleh karena itu, salafusshaleh tidak satupun yang memaknainya secara bahasa, karena pemaknaan secara bahasa hanya jika disandarkan kepada makhluk. Walaupun mereka sangan paham akan bahasa arab. Mereka menyerahkan maksud dan maknanya kepada Allah swt sembari mengimani apa saja yang tercantum dalam al-Qur'an dan al-Hadits tanpa menafikan ayat-ayat mutasyabihat itu. Allahu a'lam. By Abu Fairouz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar